
Ada pun Yang Hadir dalam kegiatan al :
1. Wakil Bupati Situbondo ( Ir.H.Yoyok Mulyadi,M.SI )
2. Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo (Nur Slamet, SH, MH )
3. Wakil Ketua PN Situbondo ( Ketut Suwarta,SH.MH )
4. Kasdim 0823 Situbondo ( Mayor Kav.Suprapto)
5. Kabag Sunda Polres Situbondo ( Kompol Kasman,SH )
6. Sekda ( Drs.Syaifullah,MM )
7. Kepala Kemenag Situbondo (Drs. H. Atok Illah, M.Pd.I).
8.Jajaran OPD dan Camat Se Kabupaten Situbondo
9.Jajaran Perwira Polres dan Kodim 0823 Situbondo
10. Ibu Bhayangkara,Persit Candra Kirana, Darmawanita dan Tim penggerak PKK
Dalam amanat Menkominfo dibacakan oleh inspektur upacara Bpk Wakil Bupati Situbondo Ir.Yoyok Mulyadi.M.Si,Saudari-saudara seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, yang saya hormati,
Dalam naskah Sumpah Palapa yang ditemukan pada Kitab Pararaton tertulis: Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
b. Memang ada banyak versi tafsiran atas teks tersebut, terutama tentang apa yang dimaksud dengan "amukti palapa". Namun meski sampai saat ini masih belum diperoleh pengetahuan yang pasti, umumnya para ahli sepakat bahwa amukti palapa berarti sesuatu yang berkaitan dengan laku prihatin sang Mahapatih Gajah Mada. Artinya, ia tak akan menghentikan mati raga atau puasanya sebelum mempersatukan Nusantara.
Apalagi peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini juga dilangsungkan
dalam suasana bulan Ramadan. Bagi umat muslim, bulan suci ini menuntun
kita untuk mengejar pahala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan
yang dibenci Allah SWT seperti permusuhan dan kebencian, apalagi
penyebaran kebohongan dan fitnah. Hingga pada akhirnya, pada ujung
bulan Ramadan nanti, kita bisa seperti Mahapatih Gadjah Mada, mengakhiri
puasa dengan hati dan lingkungan yang bersih berkat hubungan yang
kembali fitri dengan saudara-saudara di sekitar kita.
Saudari-saudara
sebangsa dan setanah-air,Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Yang
telah mampu terus menghidupi semangat persatuannya selama
berabad-abad. Kuncinya ada dalam dwilingga salin suara berikut ini:
gotong-royong.
Ketika diminta merumuskan dasar negara Indonesia dalam pidato di
hadapan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
Bung Karno, menawarkan Pancasila yang berintikan lima asas. Namun Bapak
Proklamator Republik Indonesia tersebut juga memberikan pandangan bahwa
jika nilai-nilai Pancasila tersebut diperas ke dalam tiga sila, bahkan
satu “sila” tunggal, maka yang menjadi intinya inti, core of the core,
adalah gotong-royong.Sumpah Palapa tersebut merupakan embrio paling kuat bagi janin persatuan Indonesia. Wilayah Nusantara yang disatukan oleh Gajah Mada telah menjadi acuan bagi perjuangan berat para pahlawan nasional kita untuk mengikat wilayah Indonesia seperti yang secara de jure terwujud dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.
Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,Telah lebih satu abad kita menorehkan catatan penghormatan dan penghargaan atas kemajemukan bangsa yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Dalam kondisi kemajemukan bahasa, suku, agama, kebudayaan, ditingkah bentang geografis yang merupakan salah satu yang paling ekstrem di dunia, kita membuktikan bahwa mampu menjaga persatuan sampai detik ini. Oleh sebab itu, tak diragukan lagi bahwa kita pasti akan mampu segera kembali bersatu dari kerenggangan perbedaan pendapat, dari keterbelahan sosial, dengan memikirkan kepentingan yang lebih luas bagi anak cucu bangsa ini, yaitu persatuan Indonesia.Dengan semua harapan tersebut, kiranya sangat relevan apabila peringatan Hari Kebangkitan Nasional, disematkan tema "Bangkit Untuk Bersatu". Kita bangkit untuk kembali menjalin persatuan dan kesatuan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.
Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Yang telah mampu terus menghidupi semangat persatuannya selama berabad-abad. Kuncinya ada dalam dwilingga salin suara berikut ini: gotong-royong.
Ketika diminta merumuskan dasar negara Indonesia dalam pidato di hadapan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno, menawarkan Pancasila yang berintikan lima asas. Namun Bapak Proklamator Republik Indonesia tersebut juga memberikan pandangan bahwa jika nilai-nilai Pancasila tersebut diperas ke dalam tiga sila, bahkan satu “sila” tunggal, maka yang menjadi intinya inti, core of the core, adalah gotong-royong.menurut Bung Karno: "Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan yang tulen, yaitu perkataan gotong royong. Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!”
Yel-yel “holopis-kuntul baris” adalah aba-aba nenek moyang kita di tanah Jawa, digunakan sebagai paduan suara untuk memberi semangat ketika mengerjakan tugas berat yang hanya bisa dikerjakan secara bergotong-royong, bersama-sama. Yel-yel ini disorakkan ketika kita membutuhkan gerak yang seirama, agar tujuan kita satu semata, bagaikan barisan burung bangau yang sedang terbang berbaris di angkasa.
Bukan hanya di tanah Jawa, semangat persatuan dan gotong-royong telah mengakar dan menyebar di seluruh Nusantara.Ini dibuktikan dengan berbagai ungkapan tentang kearifan mengutamakan persatuan yang terdapat di seluruh suku, adat, dan budaya yang ada di Indonesia. Sebagaimana diserukan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada pidato di Depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2018 lalu, dari tanah Minang kita diimbau dengan petuah ‘Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang’ . Kita juga diwarisi pepatah Sunda yang berbunyi 'Sacangreud pageuh, sagolek pangkek’. Dari Bumi Anging Mamiri, kita bersama-sama belajar ‘Reso temma-ngingi, nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’. Dari Bumi Gora, kita diminta: ‘Bareng bejukung, bareng bebose’. Dari Banua Banjar kita bersama-sama menjunjung ‘Waja sampai kaputing’. Semua menganjurkan bekerja secara gotong-royong.
Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,Meski kita gali dari kearifan nenek-moyang kita yang telah dipupuk selama berabad-abad, namun sejatinya jiwa gotong-royong bukanlah semangat yang sudah renta. Sampai kapan pun semangat ini akan senantiasa relevan, bahkan semakin mendesak sebagai sebuah tuntutan zaman yang sarat dengan berbagai perubahan.Dengan bertumpu pada kekuatan jumlah sumber daya manusia dan populasi pasar, Indonesia diproyeksikan akan segera menjemput harkat dan martabat baru dalam aras ekonomi dunia. Bersama negara-negara besar lainnya seperti Tiongkok, Amerika Serikat, India, ekonomi Indonesia akan tumbuh menjadi sepuluh besar, bahkan lima besar dunia, dalam 10 sampai 30 tahun mendatang. Kuncinya terletak pada hasrat kita untuk tetap menjaga momentum dan iklim yang tenang untuk bekerja. Kita harus jaga agar suasana selalu kondusif penuh harmoni dan persatuan.
(Upacara Harkitnas Ke - 111 tahun 2019)
Upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang keseratus sebelas, seraya mengajak agar kita semua sebagai sesama anak bangsa secara sadar memaknai peringatan kali ini dengan memperbarui semangat gotong-royong dan kolaborasi, sebagai warisan kearifan lokal yang akan membawa kita menuju kejayaan di pentas global.
Selama kegiatan berlangsung dengan tertib dan aman.